Sabtu, 24 Maret 2012

LPSAP Fasilitator Camp

            Lebih dari 6 bulan para pengurus bergumul dalam kegiatan-kegiatan yang diagendakan oleh LPSAP. Tenaga, fikiran dan waktu mereka luangkan demi kelancaran acara yang telah diagendakan. Selama kurun waktu itu pula pengurus LPSAP periode 2011/2012 mengalami banyak romantisme dalam perjalanannya menjalankan amanat kepengurusan mulai dari keceriaan, saling tengkar yang membawa pada pendewasaan,  pasang surut semangat, candaan yang tak ayal memantik emosi ^^ dan masih banyak lagi.

            Maka pada hari sabtu (18/02/2012) hingga hari senin (20/02/2012) para pengurus LPSAP mengadakan agenda ‘LPSAP Fasilitator Camp’yang berlokasi dipantai ngebum Kaliwungu Kendal dengan jumlah peserta sekitar 30 pengurus. Acara yang belum pernah teradakan dan bisa dibilang perdana di lembaga ini. Acara yang mengusung tema ‘bermain sambil belajar’ ini dimaksudkan untuk merekatkan kembali simpul-simpul perkawanan antar pengurus yang telah terjalin lama serta untuk menggugah kembali semangat para pengurus untuk menjalankan amanat yang  telah diberikan kepada mereka. kegiatan semacam ini lebih akrab dikenal dengan nama TA (tadabur Alam), namun penekanan pada sisi pengasahan intelektual dan diskusi pengurus disamping refresing-lah yang menjadikan acara ini sedikit lebih berbeda.



(suasana pemberangkatan ke tempat kejadian perkara)










Lebih daripada itu, kader-kader LPSAP PMII dirasa perlu untuk memiliki wacana-wacana advokasi dan gerakan sosial kontemporer yang dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Inilah yang kemudian menjadi tujuan dan target LPSAP untuk melaksanakan kegiatan dan memberikan kurikulum dalam rangka penataan sumber daya kader LPSAP PMII di masa depan.

(kediaman tempat acara LPSAP berlangsung)

(Bunda, sang pemilik rumah yang baiiiiik hatinya nan ramah.. ^^)

            Kepekaan akan adanya masalah-masalah sosial biasanya dimulai oleh para ahli, para cendekiawan, tokoh masyarakat dan oleh masyarakat yang merasakan secara langsung akibat merugikan yang ada tersebut. Saratnya peranan mahasiswa sebagai kaum intelektual muda ditengah-tengah masyarakat diharapkan mampu memberikan solusi dan wawasan kehidupan dengan berbekal pengetahuan tentang gejala-gejala yang timbul dimasyarakat berkenaan dengan situasi geografis, ekonomis dan politis.


                        Beberapa materi yang disuguhkan dalam kegiatan ini antara lain :
1.  Analisis Sosial ; Membedah Medan Advokasi PMII oleh sahabat Khafidh Afriyal S. Pd




2.      Peta Gerakan Advokasi dan Nilai Strategisnya oleh sahabati Yaya dari LRC-KJHAM


3.      LPSAP dan Gerakan Sosial PMII oleh sahabati Evi Nurmilasari dari Fatayat Jateng



4.      Remastering Plan: Membangun Advokasi Resources sahabati Nur Lailatuttaqwa dari LSM Yakita




(sahabat yasin saat review materi)




Dari beberapa diskusi yang difasilitatori secara tetap oleh sahabat Kusiyana (Tesa Pemrov Jateng), diadakan pula acara bedah film. Film yang dijadikan bahan analisis tentang sosio-kultur serta nilai-nilai perjuangannya adalah “The Last Samurai” dengan didampingi oleh fasilitator sahabat Khafidh Afrizal S. Pd.
           
(aksi sahabat ian saat menjadi fasilitator tetap .. )



           Banyaknya waktu yang terluangkan karna faktor kesengajaan dipergunakan oleh sahabat-sahabati pengurus untuk berbincang ringan mengenai agenda-agenda LPSAP kedepan. 




(sahabat-sahabati saat ngobral ngobrol)











(acara bakar-bakar ketela pohon tepat dipinggir pantai setelah bedah filem pada pukul 00.30WIB)





(isuk-isuk paling enak gitaran dipantai....)








           


          dari kegiatan yang telah dilaksanakan, muncul beberapa gagasan baru yang ingin direalisasikan. semoga dapat terlaksana dan semoga acara ini bermanfaat. salam sejahtera untuk kita semua ...


Kamis, 22 Maret 2012

“Wujudkan Kerja Layak PRT dan Perlindungan PRT”



Pernyataan Sikap Bersama Peringatan hari pekerja Rumah Tangga (PRT)
Rabu, 15 Februari 2012


      Perbincangan dan pengaturan tentang HAM terus digulirkan dalam upaya perubahan sosial dan pembangunan di dunia. Namun realitas menunjukkan pelanggaran HAM kerap terjadi pada kawan-kawan yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) disebabkan struktur kultur yang patriarkhis, status sosial ekonomi, dikotomi wilayah, jenis kerjanya di sektor domestik, informal, dan karena mayoritas perempuan.
PRT merupakan salah satu sektor pekerjaan informal yang tidak terorganisir dengan baik sehingga mengakibatkan pendataan serta monitoring dalam pengawasan sulit dilakukan. Kondisi ini semakin memberikan ruang sistematis bagi pelaku pelanggaran HAM untuk melakukan tindak kriminal yang bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari fisik, psikis, ekonomi, dan sosial. Keadaan seperti ini berkebalikan dengan prinsip-prinsip universal penghormatan terhadap hak asasi manusia dan perlindungan akan hak-hak sosial ekonomi, hak-hak dalam bekerja, serta hak-hak perempuan.


Kemudian, apa makna hari pekerja rumah tangga (PRT) yang jatuh setiap tanggal 15 Februari ??


Tentu akan ada banyak pertemuan, aksi unjuk rasa, dan berbagai acara, tetapi kebanyakan PRT di seluruh Indonesia akan menghabiskan hari bersejarah ini dengan melakukan apa yang biasa mereka lakukan pada hari-hari lain; bekerja.
Apabila kita melihat peran kerja, keberadaan, jumlah dan para PRT yang mayoritas perempuan dan anak ini, akan terlihat hal yang substansial yang perlu untuk diangkat dan dikemukakan sebagai isu bersama untuk merubah sikap dan persepsi dikalangan masyarakat dan Negara.


           Konvensi Kerja Layak PRT (KILO No. 189 KERJA LAYAK PRT) diharapkan mampu menjadi angin segar untuk penghormatan dan penegakan keadilan, bagi semua umat, bagi 100 juta PRT di dunia yang mayoritas adalah perempuan dan anak, termasuk lebih dari 10 juta PRT yang bekerja di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT migran Indonesia.  Namun, konvensi ini hanyalah sebagai pintu baru ke perjuangan selanjutnya, bagaimana agar negara-negara meratifikasinya dan mengimplementasikan sesuai dengan  standar setting di dalamnya. Dan menjadi suatu keniscayaan bagi setiap negara yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dan keadilan sosial untuk segera meratifikasi dan mengintegrasikannya dalam kebijakan nasional.




 Rabu 15 Februari 2012, JALA PRT  yang merupakan  jaringan nasional untuk Advokasi PRT dan KOALISI 15.02 yang merupakan jaringan lokal yang bergerak dalam advokasi PRT menyelenggarakan kegiatan peringatan hari PRT untuk mengajukan tuntutan umum dan berkelanjutan, yakni Pengakuan dan menjadikan 15 Februari sebagai HARI PRT dan juga HARI LIBUR NASIONAL PRT, mewujudkan 1 hari Libur Mingguan bagi PRT, mewujudkan Undang-Undang Perlindungan PRT dan Peraturan Daerah Perlindungan PRT.  


Aksi unjuk rasa dimulai pukul 09.30 WIB di depan gedung Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dimulai dengan jalan kaki dan orasi di sekitar simpang lima Semarang. Satu persatu lembaga-lembaga yang tergabung dalam KOALISI 15.02 menyampaikan gagasannya dan menuntut untuk diperkenankan memasuki gedung Pemerintahan Provinsi Jateng tersebut guna melakukan audiensi dan penyampaian rekomendasi kepada pihak terkait. 




Pandangan / rekomendasinya antara lain :
1. Pemerintah Provinsi jateng segera mengirim surat dukungan ke DPR RI sebagai bentuk kepeduliannya untuk melindungi PRT yang mayoritas adalah perempuan dan anak. Selama ini bekerja tidak ada perlindungan dan pengawasan.
2. Adanya Perda atau bentuk perlindungan tingkat daerah bagi pekerja rumah tangga.
3. Ada perlindungan sehingga dapat mengatur jam kerja, jam istirahat, kontrak kerja dan jenis pekerjaan, kecelakaan kerja/ perlu jaminan sosial, kontrak kerja yang jelas, pengawasan, Asuransi karena selama ini tidak ada batasan dan aturan tentang hal te
rsebut.
4. Gaji minimal UMK dan libur mingguan karena selama ini PRT bekerja selama hampir 24 jam  serta tidak ada libur sehari dalam satu minggu
5. UUP KDRT tidak  bisa melindungi keberlanjutan PRT yang tinggal di rumah majikan
6. Pengakuan hak sama seperti pekerja yang lain
7.  Perlu ada perlindungan yang konkrit bagi pekerja rumah tangga di tinggat provinsi jawa tengah
8.  Diharapkan isu PRT bisa di share kan/ diteruskan ditingkat rapat murenbangda tingkat provinsi.



(harap perhatikan poster yang dibawa saja... jangan diindahkan aksi narsies yang membawa..^^)




Setelah berorasi cukup lama, akhirnya sepuluh orang diperkenankan memasuki gedung megah tersebut untuk melakukan audiensi tertutup. 


Hasil audisensi dengan Disnaker Jateng dan Setda adalah sebagai berikut :
-          Pihak disnaker sedang melakukan proses pembuatan peraturan tentang jaminan untuk pekerja,yang mana PRT juga include didalamnya.  Akan tetapi peraturan jaminan sosial tidak bisa mencakup perlindungan, maka butuh perlindungan yang konkrit.
-           Pihak Disnaker siap   untuk merumuskan serta bekerja sama dengan JALA PRT untuk sharing, menyusun draft materinya/ materi usulan mengenai perlindungan PRT secara konkrit.
-         Pihak Setda  segera mengirim surat dukungan untuk proses pembahasan RUU PPRT  - menjadi UU PPRT
-         Pihak Setda memaparkan bahwa untuk saat ini belum dapat menerbitkan perda akan tetapi dapat diterbitkan semacam PERGUB.


 Usaha untuk mencapai apa yang menjadi tujuan dlakukannya aksi tentu tidak berhenti sampai disini. karena perlu dilakukan pengawalan secara intensif oleh semua pihak dari apa yang telah disampaikan pihak pemerintah agar benar-benar dapat diimplementasikan dalam praktek kehidupan para PRT.




           

                                 Anggota Koalisi15.02: OPERATA Merdeka, PERISAI, SETARA, LBH semarang, LRC- KJHAM, PERDIKAN, PBHI Jawa Tengah, Serikat Buruh, KPI Jawa Tengah, KPI semarang, LBH Apik Semarang, LPSAP PMII Tarbiyah, PMII Ushuluddin, AkRAB, Fatayat wilayah Jawa Tengah, LKP3A Fatayat Wilayah Jawa Tengah,  Serabi, perseorangan.

           


Rabu, 21 Maret 2012

DISKUSI LESEHAN DAN PERSEMBAHAN ‘DARI BETA UNTUK KASIH BUNDA SEPANJANG MASA’

            Tanggal 22 desember selalu diperingati tiap tahunnya di Indonesia sebagai hari ibu. Ditetapkannya tanggal tersebut sebagai hari perayaan nasional sangat sarat dengan sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia.  Perjuangan perempuan Indonesia sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, RA Kartini, Maria Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan dan masih banyak lagi.
           Pada tahun 1928 muncul keinginan dari pemimpin perkumpulan para perempuan untuk membuat sebuah wadah mandiri. Tepat pada tanggal 22-25 desember 1928 diselenggarakanlah Kongres Perempuan Indonesia pertama di gedung dalem Jayadipuranyang Yogyakarta. Dari Kongres tersebut dihasilkan satu keputusan yakni dibentuknya suatu organisasi bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoen Indonesia (PPPI) yang berfungsi menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia menjadi perempuan yang maju.  
           Hari itu kemudian ditetapkan oleh Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 sebagai perayaan hari nasional yakni hari ibu.

            Tanggal 22 desember 2011, LPSAP mengadakan sebuah kegiatan dalam rangka memperingati hari ibu dengan menyelenggarakan diskusi lesehan bertema “Kiprah Gemilang Gagasan Perempuan Indonesia” beserta persembahan “Dari Beta (Aku) untuk kasih Bunda sepanjang Masa”.

                                         (sahabat peserta diskusi)

                                         (sahabati peserta diskusi)

Acara ini dimulai sejak pagi pukul 09.30 di taman Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo yang dibuka dengan diskusi lesehan dengan mendatangkan pembicara sahabati Siti Maemunah dari Fatayat Jawa Tengah dan sahabat Khafidh Afrizal S. Pd.

(sang pembicara .. ^^)

             Pemilihan tema yang berjuluk jejak gemilang gerakan dan gagasan perempuan Indonesia bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat tersendiri bagi sahabat-sahabati kader PMII khususnya dan mahasiswa-mahasiswi IAIN pada umumnya dalam menghadapi serangan isu tentang diskriminasi dan kriminalisasi yang terjadi pada perempuan selama ini.
            Banyaknya ulasan tentang penindasan perempuan yang tidak diimbangi dengan pemaparan tentang perkembangan intelektualitas dan gerakan yang telah dilakukan oleh perempuan juga dikhawatirkan dapat memberi stereotipe serta mainset negative bagi perempuan itu sendiri.   Padahal banyak diketahui bahwa perkembangan pemikiran dan kondisi kaum perempuan dalam masyarakat telah mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun-tahun terdahulu.

           Acara peringatan hari ibu yang dilakukan oleh LPSAP kemudian berlanjut pada malam harinya dengan diramaikan oleh penampilan dari masing-masing al mapaba angkatan 2004 sampai al mapaba angkatan 2011. Penampilan tersebut antara lain pembacaan puisi, persembahan lagu-lagu bertajuk ibu dll. 
           Acara persembahan tersebut berlangsung di pelataran depan gedung PKM Kampus II IAIN Walisongo yang dibuka dengan pembacaan Syi’ir Tanpo Waton KH Abdurrahman Wahid.

(maz kencling saat membuka acara persembahan...)


Satu persatu al-mapaba dan rayon-rayon komisariat walisongo menampilkan persembahannya meski tidak sedikit yang melakukannya tanpa latihan (on the spot) ^^. 

(penampilan dari komunitas seni cagak laras)


     




(penampilan al mapaba 2009)
                                                             
                                       




    (penampilan al mapaba 2011)












(penampilan almapaba 2008)














 (penampilan almapaba 2010)













(penampilan rayon Syari'ah)








(penampilan al mapaba 2004)


Acara ini berlangsung hingga pukul 23.00 WIB dan ditutup dengan monolog dari sahabat ambon.



               Demikianlah, meski banyak sudah jejak kesuksesan para perempuan yang telah direkam oleh sejarah, namun perjuangannya dalam mengkritisi dan menyikapi problem-problem kontekstual belum lah selesai. Karena konteks akan terus berubah dan dinamis, sedangkan sejarah hanya akan berhenti dalam literatur atau teks yang sifatnya statis.

salam pergerakan .. !!




Selasa, 20 Maret 2012

Gelar Kesenian Peringatan Hari HAM 2011



     Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu sejak ia dilahirkan didunia. Hak asasi manusia bersifat universal yang artinya berlaku dimanapun, bagi siapapun dan tidak dibenarkan melakukan pemangkasan atau pengambilan hak asasi tersebut dari orang lain. Namun perlu ditekankan pula bahwa penegakan hak juga harus dibarengi dengan pemenuhan kewajiban bagi tiap-tiap individu.

Pada hari jumat (10/12/2011), LPSAP bersama lembaga-lembaga sekitar semarang yang peduli terhadap perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) menggelar pentas budaya di bundaran videotron jalan Pahlawan dalam rangka memperingati hari HAM yang jatuh setiap tanggal 10 Desember. Beberapa Lembaga tersebut antara lain LBH Semarang, SETARA, PERMAHI, KP2KKN, LRC KJHAM, PATTIRO, LBH APIK, PBHI Jateng, YAWAS, PERISAI, SRMI, PMII, HMI dan KAMMI.
 Kegiatan ini sudah dimulai sejak sore hari dimana diisi dengan kampanye tentang HAM dan dilanjutkan pada malam harinya dengan gelar kesenian. Gelar kesenian diramaikan oleh masing-masing lembaga yang mempertontonkan karya seni mereka antara lain tari daerah, theatrical, pembacaan puisi, monolog, atraksi kuda lumping, perkusi dan masih banyak lagi.


            LPSAP bersama anak-anak resosialisasi sunan kuningpun ikut meramaikan gelar kesenian tersebut dengan menampilkan modern dancer oleh empat anak resos SK argorejo dan theatrical oleh sahabat-sahabati LPSAP yang bertajuk ketimpangan sosial berkaitan dengan pelanggaran HAM oleh penguasa di Indonesia.

                    (aksi modern dance adek-adek SK)

      Kegiatan yang mengusung grant tema “HUMAN RIGHT FOR ALL” ini bertujuan untuk mensosialisasikan kembali akan pentingnya pemahaman dan penegakan HAM di Indonesia. 
      Hak asasi manusia diIndonesia yang bersumber dari falsafah bangsa yakni pancasila sejauh ini hanya dipahami secara harfiah dengan mengesampingkan nilai-nilai esensial yang dikandungnya. Pemenuhan Hak sasi manusia bukanlah dengan melakukan hal apa saja dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan peraturan, ketentuan yang berlaku dan hak yang dimiliki orang lain.
Minimnya pemahaman tentang fungsi, peran dan kedudukan hak asasi yang dimiliki oleh masing-masing individu mengakibatkan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran HAM seperti penindasan, pembatasan atas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang, pemberlakuan hukum yang tidak adil dan manusiawi, manipulatif  aturan pemilu sesuai dengan penguasa dan partai tiran/otoriter.
      Oleh karena itu, pengadaan kegiatan diatas mengharapkan adanya reinterpretasi, pemahaman serta kesadaran hak asasi yang ada pada masyarakat. Dengan berusaha bersama-sama memerangi tindakan-tindakan yang melanggar kepemilikan hak asasi atas orang lain ..





Minggu, 18 Maret 2012

Hilangnya Rasa Kepedulian Pada Sosok Seorang Ilmuan Terhadap Sesamanya

(oleh : Master Art of Divisi Jalanan)
* Edy Sembiring si Elang Jawa


Dimana bumi dipijak, disitu hidup harus diperjuangkan, cita-cita digantungkan dan setiap mimpi harus diwujudkan. Sedih dan kecewalah sebentar, tapi segeralah bangkit dan kembali memulai. Karena hidup tak boleh berhenti, melainkan berlanjut.

Mahasiswa adalah pahlawan zaman sekarang yang diharapkan mampu meneruskan perjuangan untuk memperbaiki kondisi menjadi lebih baik. Namun anehnya, banyak dari mahasiswa merasa bangga dengan kesombongan diri dan tidak adanya kesadaran untuk merubah masa depan yang akan dating. Kita kuliah tidak untuk mengambil gelar saja, melainkan bagaimana kita dapat memetik ilmu dari pengalaman berorganisasi yang begitu berharga. Jika hanya mengharapkan satu sisi ibarat patung nyawa yang berjalan dalam kurungan.
“Tidak ada macan kencing dikandangnya sendiri”. Hal ini dapat dijadikan referensi para mahasiswa sejati dan militansi untuk memberanikan diri keluar dari kandang penjara kampus. Kita tahu bahwa lembaga yang selama ini dianggap sebagai pencetak orang pandai dan peduli dengan keadaan sekitar, tetapi yang terlihat justru pembodohan yang luar biasa diberikan kepada calon-calon pencari gelar.
Oleh karena itu, sudah saatnya mahasiswa sadar dan melihat realita yang ada pada masyarakat sekarang. Orang-orang sudah banyak hilang moralnya, tacit kehilangan uang daripada kehilangan imannya. Tidak hanya pejabat pemerintahan, pejabat birokrat kampus pun sama saja, ibarat setan atau dedemit yang menghantui manusia untuk mencari kebenaran hakiki. Dulu orang mencuri menggunakan linggis, tetapi sekarang orang mencuri cukup menggunakan tulisan. Jika pepatah jawa mengatakan “akeh wong pinter do keblinger, wong ngerti do moh nglakoni”.

Tugas Mahasiswa
Mahasiswa sebagai elemen utama memiliki berbagai tugas yang mungkin jauh dari benak yang pernah kita fikirkan sebelumnya. Diantaranya, sebagai agent social of change (agen perubahan sosial) yakni tanggung jawab mahasiswa dalam menanggapi permasalahan-permasalahan sosial yang ada dilingkungannya, dan menjadi sosok yang mampu berperan untuk melakukan perubahan-perubahan dimasyarakat kearah yang lebih baik. Agent social of control (agen control sosial), merupakan tugas mahasiswa untuk menjadi pengontrol dan actor yang mampu mengatur dan mengendalikan kondisi sosial masyarakat.
Kemudian, agent social of engineering (agen rekayasa sosial), yaitu peran mahasiswa  dalam merekayasa kondisi lingkungan sosialnya, dengan berbagai aktivitas positif yang dilakukan  untuk terjun langsung dan dapat berbuat banyak dalam masyarakat. Titik akhirnya Agent of problem solver (agen pemecah masalah), yaitu mahasiswa mampu menjadi the core reference  (referensi utama) dari segala permasalahan masyarakat.

Tugas untuk Negara
Tidak berhenti dan bersembunyi dibalik dinding-dinding kampus, idealnya mahasiswa harus menunjukkan peran yang nyata dalam menanggapi permasalahan bangsanya. Diluar kuliah, mahasiswa dapat melakukan hal-hal lain yang lebih bermanfaat untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Peran yang mampu ditunjukkan adalah dengan memberikan kontribusi yang jelas, tentunya dengan berbagai cara. Misalnya, dengan melakukan demontrasi mengkritik kebobrokan pemerintah dengan segala permasalahannya, karena hal tersebut dapat mengingatkan kepada penguasa dengan kondisi rakyatnya yang tertindas. Ataupun melakukan diskusi kebangsaan yang memberikan solusi yang solutif untuk Negara . karena mahasiswa berasal dari masyarakat dan sudah seharusnya kembali ke masyarakat. “Bali Ndeso Mbangun Ndeso”

Penjajah Tubuh

(oleh : *Tuna Aksara. Mahasiswa IAIN WS SMG 2010)


Dengan gaya ikhlas
Setiap lekuk tubuhmu
Kau berikan selimut kehangatan
Dikala sang Bayu Gerogoti tubuh Rahwana
Berfantasi.....


Sebelah mata memandangmu sinis
Dikecam bahkan diNash
HARAM !!
Sampah atau apalah
Angin lalu semua bagimu
Yang penting hidup cukup katamu


Terus begitu dan tetap
Setiap hari setiap malam
Entah sampai kapan
Kau jajaki lagi jalan usang yang dulu kau tinggalkan

PARADIGMA GENDER PERSPEKTIF PMII (materi mapaba 2011)

(oleh : Elina Swann. Mahasiswa aktivis LPSAP PMII)


Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Artinya secara biologis alat-alat yang melekat pada laki-laki atau perempuan tidak bisa dipertukarkan. Sedangkan konsep gender adalah sifat-sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Mansour Fakih, 2006 : 8). Seperti pada daftar berikut:

Laki-laki
perempuan
Ketentuan Tuhan / Kodrat / ketentuan Biologis
Memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing), memproduksi sperma.
Memiliki rahim, vagina, alat untuk menyusui dan memproduksi sel telur.
Konstruksi sosiokultural / adikodrati
laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.
perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan

Ciri-ciri sifat yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural diatas merupakan sifat-sifat yang dapat diperdekatkan. Artinya ada laki-laki yang emosional atau lemah lembut sementara ada juga perempuan yang rasional ataupun kuat. Ciri sifat-sifat tersebut bisa berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat satu ke tempat yang lain.
Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Bermula ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara berburu dan meramu (hunting and gathering). Pada zaman prasejarah tersebut peran laki-laki terspesialisasi dalam hal pemburuan dan pemenuhan kebutuhan, sedangkan perempuan bertanggungjawab sebagai peramu makanan dan merawat anak.  Pola semacam ini dibentuk, diperkuat dan dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran agama maupun Negara. Melalui proses yang panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap dan dipahami sebagai ketentuan Tuhan/kodrat. 
Perbedaan Gender dengan pemilihan sifat, peran dan posisi sebenarnya tidak akan menjadi masalah selama tidak terjadi tatanan sosial yang bias gender dan peminggiran hak-hak baik bagi kaum laki-laki atau perempuan. Namun realitanya perbedaan gender telah memunculkan diskriminasi-diskriminasi yang menciptakan ketidaksetaraan gender (gender inequality) dalam sistem ekonomi, sosial dan politik.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan antara lain diskriminasi[1], subordinasi[2], marginalisasi[3], kekerasan[4] (violence) gender, stereotip[5], beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (Double Burden).
Memahami gender sebagai ”perbedaan” tidak lagi hanya terkait dengan hubungan personal tapi juga struktur sosial karena perbedaan gender telah melegitimasi ketidaksetaraan sosial yang lebih menghargai laki-laki daripada perempuan. Penyebab mengapa karakter maskulin mendapat nilai atau status yang lebih tinggi daripada karakter feminim tidak hanya terkait dengan fakta perbedaan biologis tapi juga karena eksistensi struktur sosial berupa kontrol laki-laki terhadap perempuan.

Wacana Gender dalam perspektif agama Islam
            Dalam pandangan para penganutnya, Islam adalah agama yang rahmatan li-al’alamin. Memperjuangkan dan menjamin kemaslahatan segenap umat, termasuk di dalamnya menghendaki adanya penghormatan dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan (tasamuh). Dalam Islam, perempuan dianggap istimewa dan dalam beberapa kesempatan Rasulullah mengatakan bahwa wanita adalah tiang Negara (imad al-bilad). Tidak ada yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Hanya iman dan taqwa lah yang membedakan (al-Hujurat: 13). Semua manusia tanpa dibedakan jenis kelaminnya mempunyai potensi yang sama untuk menjadi ‘abid  dan khalifah (QS. Al-Nisa’, 4:124 dan S. al-Nahl, 16:97) (Siti Musdah Mulia, 2006: 60)
            Namun, tidak dapat dipungkiri munculnya gerakan gender yang mempengaruhi pandangan agama dewasa ini memaksa, setidaknya kaum agamawan untuk mengkaji ulang tafsiran terhadap posisi kaum perempuan yang sudah mapan. Agama dianggap sebagai salah satu penyebab atas terjadinya pelanggengan ketidakadilan gender. Hal ini semakin diperkuat dengan ayat yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (QS. Al-Nisa’, 4: 34).
Pemahaman keagamaan yang bias gender ini tidak mustahil terjadi karena interpretasi terhadap ajaran agama sangat dipengaruhi oleh pemahaman, penafsiran, dan pemikiran penafsirnya (mufassir) yang erat kaitannya dengan sosiokultural yang melingkupi Mufassir tersebut. Seluruhnya itu saling terkait satu sama lain.        
Oleh karena itu, diperlukan kajian kritis yang memadukan analisis sosial serta gerakan untuk membahas isu gender. Usaha ini dimaksudkan agar perempuan mampu membuat dan menggunakan pengetahuan mereka sendiri dalam berbagai aspek kehidupan secara luas dan menyeluruh.

Spirit gender ala PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kaitannya dengan kesetaraan dan keadilan peran, fungsi, tugas dan tanggungjawab yang termuat dalam spirit gender berpandangan, bahwa kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, dll. kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki ataupun perempuan. 
Perempuan yang secara kuantitas lebih besar dibandingkan laki-laki seharusnya mampu menyentuh berbagai dimensi hidup dan kehidupan bermasyarakat. Namun pada kenyataannya, dalam praktek kehidupan sosial lebih didominasi oleh kelompok laki-laki daripada perempuan. Ironisnya, tuntutan persamaan, kebebasan, dan pemberdayaan hak-hak perempuan yang terus diletupkan seiring dengan semangat pemberontakan terhadap dominasi dan kekuasaan kaum laki-laki belum mampu dimanfaatkan secara maksimal. Ini terbukti dengan banyaknya ruang-ruang strategis yang kosong dari partisipasi dan gagasan-gagasan pemikiran kaum perempuan.
Meskipun pendeskriminasian terhadap perempuan masih ada, namun hal tersebut dapat diminimalisir dengan meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM perempuan. Berbekal wacana gender kontemporer sebagai pisau analisa dalam memahami realitas sosial masyarakat, diharapkan perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata dan mampu menjadi mitra kerja bagi laki-laki.
Perspektif gender penting digunakan untuk membantu mengawal segala kebijakan yang menjadi keputusan pemerintah yang telah menyebabkan terciptanya posisi subordinat bagi perempuan maupun laki-laki, serta mampu mengambil sikap terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai ataupun tidak memihak kepada mereka. Selain dari sisi sebagai suatu studi, perspektif gender juga penting dalam memahami praktek-praktek ekonomi, politik dan keamanan yang mempengaruhi relasi gender antara perempuan dan laki-laki.
Dengan meningkatnya SDM dan potensi kaum perempuan dalam berbagai bidang tentu akan menghidupkan kembali bara semangat untuk mengisi ruang-ruang yang telah diperuntukkan bagi mereka serta mampu mengembangkan tingkat partisipasi sebagai mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi, sosial, kultural, termasuk dari sudut politik kekuasaan Negara.
Salam pergerakan ..!!!



[1] Pembedaan yang menempatkan laki-laki atau perempuan sebagai korban
[2] Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dibanding jenis kelamin yang lainnya.
[3] Peminggiran/pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin.
[4] Serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
[5] Citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris (pelabelan negative)