Jumat, 22 Juni 2012

Tipuan Mata Kelamin Dewa

“Janganlah engkau condong pada seseorang dengan penampilan menarik, karena banyak sekali sesuatu indah menggiurkan akan tetapi busuk hakekat kabarnya”
(waqila: The Leadership Secrets Of Soekarno )
               
“Psikologi kebangsaan itu cerminan dari jiwa bangsa. Tentu saja ini penting, karena untuk menjadi Negara yang kuat kita harus membangun badannya, membangun jiwanya. Dengan memahami psikologi kebangsaan ini kita bisa memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat, bahkan bisa digunakan untuk mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan. Misalnya untuk mengubah pola pandang masyarakat dari perasaan yang miskin dan inferior menjadi perasaan yang sejahtera dan superior.
            Salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam masyarakat dan membutuhkan perhatian khusus adalah penyelamatan generasi muda yang kokoh dalam pendiriannya yaitu mempunyai karakter jati diri bangsa yang bermoralitas dan bermartabat tinggi, guna terciptanya Negara yang pluralisme, aman, nyaman dan sejahtera. 
            Maka dari itu kita sebagai mahasiswa yang masih hidup ruh pergerakanya untuk peduli nasib kedepan bangsa kita ini, perlu adanya dukungan pergerakan dan perjuangan Hubbul wathon (Cinta Tanah Air) sebagai basis pendidikan yang berfaham Aswaja untuk membekali generasi muda sekarang ini dengan spirit intelektual dan spiritual, karena apa?
             Pemuda-pemudi bahkan mahasiswa-mahasiswi telah lupa akan hakikat tanggung jawabya sebagai generasi perjuangan yang telah diwariskan para leluhur bahkan para pejuang bangsa yang telah gugur di medan peperangan demi kemerdekaan bangsa Negara Republik Indonesia ini.
            Disana masih banyak orang-orang yang tidak tahu, padahal mereka berpendidikan, disana masih banyak orang-orang buta; buta akan kemerdekaanya sendiri; disana masih banyak orang-orang yang tuli; tuli akan lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara.   Dewa, malaikat apa Tuhan? Jika dewa kok masih saja haus, Haus akan kekuasaan untuk menindas. Jika malaikat kok masih saja mengancam kemerdekaan kita, dan jika Tuhan kok masih saja makan, haus akan nafsu kekuasaan duniawi, Lantas mereka itu siapa?
            Mereka adalah orang-orang yang tak tahu dibesarkan oleh sejarah. Mereka tidak merasa memiliki negri tercinta ini, Mereka apatis, pragmatis bahkan fiodalisme. Mereka sudah         merasa aman mungkin karena sudah terpenuhi kebutuhanya.   Bahkan berfikir kembali untuk menyayangi bangsa ini yang dulu pernah diperjuangkan para orang-orang yang hebatsaja tidak. Mereka tak lagi mengenal sejarah perjuangan kemerdekan negri ini, mereka hanya menganggap permainan kanak-kanak, coba bayangkan tiga ratus lima puluh tahun lamanya kawan….!!! Negri ini dijajah oleh bangsa lain,
            Tapi kenapa negri yang sudah merdeka ini masih saja banyak orang-orang yang belum tahu apa itu arti kemerdekaan, Apa lagi merasakan kemerdekaan Negri tercita ini kawan.
 Sekarang dimana suara-suara kalian untuk lagi menyuarakan kemerdekaan berbangsa, berdaulat.
 Kenapa diam,  kenapa mulut kalian dibungkam ? tidak bisa lagi mengenang sejarah kemerdekaan republik Indonesia.  Wahai para dewa-dewi kampus,  apa yang harus kau lakukan sekarang ini  adalah Revolusi sistem, revolusi penguasaan keji kapitalisme birokrasi. Sekarang juga tuntut hak kalian semuanya untuk kembali merasakan kemerdekaan yang hakiki.
     
  The Master Of Divisi Jaringan Luar
LPSAP (lembaga pengembangan study dan advokasi perempuan)
PMII Rayon Tarbiyah walisongo semarang

Menakar dikotomi perempuan dan pria

Oleh : izadatul hasanah

Tinggi rendahnya tingkat kemajuan suatu masyarakat ditetapkan oleh tinggi rendahnya tingkat kedudukan wanita di dalam masyarakat (Charles fourrier)
Dalam kehidupan di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa masih terngiang keras bahwa keberadaan wanita berada di bawah pria, wanita dijadikan sebagai manusia kelas kedua (the second sex). Adanya ungkapan ‘di balik pria  sukses/hebat terdapat wanita (istri) yang hebat’ memiliki arti tersirat bahwa wanita selalu berada di belakang pria. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dikotomi dalam bidang pekerjaan antara wanita dan pria, dan sangat terlihat jelas. Wanita harus mengurusi masalah dapur sedangkan pria mengurus hal yang berkenaan dengan publik. Sungguh ironis memang, masih terdapat pengkotakkan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Dalam pekerjaan di lapangan, praktik dikotomi antara perempuan dan pria juga masih berkembang. Sama-sama bekerja di perusahaan X, namun gaji yang diterima antara karyawan pria dengan wanita terdapat perbedaan. Pasalnya, seorang wanita yang notabenenya adalah istri dari pria masih berada dalam tanggungan si pria. Mereka beranggapan bahwa gaji yang diterima wanita hanya sebagai uang tambahan dalam rumah tangga.
Para aktivis organisasi telah banyak menggemborkan kesetaraan antara pria dan wanita. Namun, mereka seringkali terjebak dalam sistem dikotomi yang mereka ciptakan sendiri. Banyak sekali organisasi-organisasi besar yang memiliki underbow khusus bagi para perempuan. Di satu sisi terdapat kelebihan dalam sistem semacam ini, para perempuan memiliki wadah untuk mengeksplorasikan pemikirannya tanpa dicampuri oleh kaum adam. Di sisi lain, terdapat sebuah eklusivisme yang dibangun berdasarkan jenis kelamin. Para aktivis perempuan seakan telah dibatasi ranah kepemimpinannya sebatas underbow suatu organisasi. Sedangkan organisasi utama tetap dikuasai dan dikendalikan oleh pria. Ketersediaan underbrow yang khusus digeluti oleh kaum hawa tersebut dianggap sebagai pemberian dari organisasi (yang dikuasai oleh) pria. Hal tersebut justru memberikan asumsi bahwa perempuan tidak akan mampu bersaing dengan pria, sekalipun dalam satu organisasi. Berdasarkan keadaan ini, perlu dicermati urgensitas underbow yang marak diisi oleh kegiatan kaum perempuan. Apakah pembentukannya benar-benar menjadi kebutuhan organisasi atau hanya menjadi pelarian kaum perempuan yang tidak sanggup bersaing dalam organisasi utama.



Perempuan lebih hebat
Pada dasarnya perempuan dapat bersaing dengan pria secara seimbang. Tidak hanya dalam masalah rumah tangga, perempuan pun dapat berperan dalam masalah publik. Bahkan dalam beberapa aspek, sebenarnya perempuan jauh lebih hebat dari laki-laki. Menurut Professor Tom Kirkwood dari Newcastle University, secara genetis sel-sel perempuan lebih mudah melakukan perbaikan daripada pria. Sel-sel pada pria lebih rendah tingkatannya dalam memperbaiki sel sehingga lebih cepat rusak. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa waktu hidup perempuan lebih lama dibanding dengan pria.
Perempuan ternyata memiliki kekebalan tubuh yang kuat. Hal ini dikarenakan adanya hormon estrogen yang melimpah pada tubuh perempuan.  Selain itu, kaum hawa memiliki kepekaan emosi yang lebih baik dari pada pria. Apabila terdapat seseorang yang membutuhkan pertolongan, perempuan akan tersentuh hatinya dengan mudah. Jiwa sosial yang kuat dimiliki oleh seorang perempuan menjadi nilai positif dalam menunjang kehidupan bermasyarakat.
Pada perempuan-perempuan di bumi nusantara ini, setidaknya dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki dengan semaksimal mungkin karena kemajuan suatu masyarakat ditentukan oleh kedudukan wanita dalam masyarakat tersebut. Bagimanapun, kiprah seorang wanita sangat menentukan arah pergerakan suatu masyarakat.

MEMBONGKAR PASUNGAN BUDAYA KOLOT

Oleh: *Oftiana Irayanti Wardani

Tutur kata lembut, iklas, halus dan narimo itulah beberapa ciri khas yang dianggap harus ada pada diri perempuan. Entah ini merupakan mitos turun temurun atau apa, namun kenyataanya di Indonesia sendiri orang-orang masih yakin akan hal ini.  Sedikit kembali ke masa silam, perempuan dimasa penjajahan ataupun masa pra kemerdekaan selalu di nomor duakan. Alasan fisik yang menganggap mereka lebih lemah dari laki-laki, psikologis yang mengatakan bahwa mereka lebih sering menggunakan perasaan dari pada akal, hingga mitos-mitos agama yang terus dilestarikan. Akibatnya dari pandangan itu semua, perempuan selalu dianggap dibawah laki-laki
Di tanah jawa sendiri yang sarat budaya ada istilah bahwa perempuan itu hanyalah kanca wingking. Para kaum ibu ini hanya sebatas masak, macak, manak (memasak, berdandan, melahirkan). Maka tidak mengherankan jika paradigma yang telah ada dari dulu ini menjadi ganjalan besar bagi perempuan untuk menatap masa depan. Mungkin sekarang sudah banyak orang yang berpikiran tidak demikian namun untuk mereka yang dilahirkan dikeluarga kolot, cukuplah cita-cita hanyalah angan.

Langkah Awal
            Keadaan demikian lantas tak membuat kaum terbesar yang ada di muka bumi ini berdiam diri. Untuk mengurangi perbedaan sosial laki-laki perempuan diperlukan suatu alat yang dapat merubah pandangan itu. Sampai saat ini, pendidikan dianggap masih layak dalam menyelesaikan masalah kebudayaan pengap yang melingkupi perempuan.
            Pendidikan memberikan penyadaran akan pentingnya kemajuan dalam perempuan. Agar nantinya perempuan dapat beraktualisasi diri, berekspresi dan menggapai impiannya. Lewat lembaga pendidikan atau sekolah para perempuan dapat belajar berfikir maju dan harapan kedepannya setelah kembali kemasyarakat mereka dapat menjadi pionir perubahan di lingkungannya.
            Saat ini memang bukan jamannya ibu Kartini dimana menuntut ilmu bagi perempuan itu dianggap tabu. Bisa dikatakan inilah era keemasan perempuan. Bagaimana tidak, di bidang pendidikan saja kesempatan bersekolah terbuka lebar. Bahkan tak ada perbedaan antara kelas perempuan atau laki-laki. Mereka disatukan dalam satu kelas dengan tujuan terbentuknya interaksi sosial yang lebih baik.
            Selain sekolah umum yang memberikan peluang besar untuk kemajuan intelektual perempuan, kini juga sudah banyak bermunculan sekolah berbasis soft skill. Sekolah kejuruan atau pelatihan ketrampilan misalnya, tidak tanggung-tanggung lembaga pendidikan seperti ini telah banyak menyediakan pilihan keahlian yang dapat dipilih khususnya untuk perempuan. Desain, memasak, menjahit, membatik, melukis dan lain sebagaianya.
            Pendidikan dan keahlian ini lah yang dibutuhkan perempuan untuk merajut masa depan. Pendidikan merupakan gerbang awal yang harus mereka lalui. Setelah fase belajar ini, mereka akan membawa ilmunya kemudian dipraktikkan dalam kehidupan. Yang terpenting harus ada sedikit nyali untuk membuat celah kecil menjadi lubang yang menganga. Hasilnya, semua pandangan tentang perempuan bahwa tugasnya hanya sebatas dirumah dan melayani suami pun akan sirna.

Prestasi Dan Karier
            Orang jawa mengartikan wanita adalah “wani ditata” atu orang yang mau diatur. Tapi nampaknya istilah ini tak selamanya dapat diamini. Pasalnya arti perempuan tidaklah sesempit itu. Terlepas dari haknya berkarier dan berprestasi, perempuan memang harus patuh terhadap sang suami karena itulah salah satu kewajibanya sebagai seorang istri.
            Banyak tokoh perempuan yang hingga saat ini telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kita kaum perempuan. Ibu Tien Soeharto misalnya, yang setelah kepulangannnya ke Rahmatullah Soeharto sendiri tak kuasa membendung aksi yang menolak dirinya. Selain itu Ibu Sri Mulyani yang sekarang menjabat di Bank Dunia, ia merupakan satu dari banyak perempuan Indonesia yang berprestasi dan mempunyai karier yang cerah.
            Dari sedikit contoh itu dapat disimpulkan bahwa peran perempuan itu sangatlah besar. Kembali lagi kepada diri perempuan itu sendiri, apakah ia akan membangun dirinya menjadi biasa-biasa saja atau membuat dirinya menjadi luar biasa. Pada dasarnya orang memandang perempuan tergantung bagaimana perempuan itu memandang dirinya sendiri. Berprestasi dan mempunyai karier adalah salah cara mengeksiskan diri di masyarakat . Tanpa meninggalkan kodrat, prestasi dan karier yang dimiliki ibarat bumbu penyedap dalam menjalankan fungsi sebagai perempuan.

*Penulis adalah anggota Almapaba 2011

Bukan Aku yang Dulu

Jangan kau raba aku
Aku bisa lebih ganas dari singa kelaparan
Jangan kau cumbu aku
Saat liurku membuncah kau kan ku lumat habis
Ku tenggelamkan dalam lautan liur
          Bukan aku tak mau puaskanmu
          Aku bukanlah aku yang dulu
          Ruang kerjaku bukan lagi
          Kasur, sumur, dan kasur
          Jiwa mengajakku berpetualang
          Keluar  dari takdir normativ
Jangan kau masukkanku lagi ke lubang itu
Aku ingin lari ke atas bukit
Berdiri mengawasi seluruh jerit
Setiap jengkal tangis dan tunduk patuh
Pada tiang-tiang berkarat
Mengumbar jilatan-jilatan legit
          Maaf aku tak tergoda…

                                                                   @Tuna Aksara@